Makan itu ada budayanya sendiri. Tiap daerah memiliki budaya yang berbeda. Pergilah ke daratan Cina, Anda harus bersiap-siap menggunakan sumpit sebagai ganti sendok dan jangan kaget atau merasa aneh kalau mereka yang duduk semeja dengan Anda bersendawa dengan bebasnya. Budaya Latin juga berbeda, kalau Anda menghabiskan semua makanan di piring Anda tanpa sisa, itu sama saja memberitahukan kepada tuan rumah bahwa Anda masih lapar. Di Italia, para bangsawan selalu meletakkan pisau dan garpu bersilang setelah selesai makan. Budaya Yahudi berbeda lagi. Ada aturan mutlak yang harus mereka patuhi soal makan, yaitu membasuh tangan lebih dulu sebelum makan.
Suatu ketika murid-murid Yesus mengindahkan tata cara makan ala Yahudi ini. Akibatnya, Yesus ditegur habis-habisan oleh orang-orang Farisi dan ahli taurat hanya karena para murid tidak membasuh tangan lebih dulu sebelum makan. Jawaban Yesus sungguh bijak menanggapi pertanyaan Farisi, bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.
Saya mau beritahu, tapi jangan kaget. Kita seringkali bertindak seperti para Farisi dan ahli taurat itu. Kekristenan tak lebih dari sekedar tata cara dan aturan, bukan kehidupan. Kening kita mengkerut dan tidak suka kalau tata cara beribadah yang dilakukan tidak seperti aturan baku dalam gereja kita. Kita lebih memusingkan soal bertepuk tangan atau tidak. Kita lebih memusingkan antara memakai musik lengkap ataukah hanya menggunakan organ tua. Bagi yang biasa beribadah dengan tenang akan marah kalau suasana ibadah meriah dan hiruk pikuk. Bagi yang biasa beribadah dengan meriah akan mengecam kalau ibadah itu tidak ada urapan, seandainya dilakukan dengan cara yang tenang.
Kekristenan lebih penting hanya dari sekedar tata cara atau budaya saja. Kekristenan bukan hanya sekedar ritual belaka, tapi sungguh merupakan kehidupan nyata. Jadi, bagaimanapun beraneka ragam budaya saat beribadah itu tak terlalu penting, tak perlu dipusingkan, apalagi dipeributkan. Tuhan kita adalah Tuhan diatas segala budaya. Jadi, apakah kita akan memegahkan diri kalau merasa bahwa tata cara ibadah kita lah yang paling berkenan di hadapan Tuhan?
Lebih fokus kepada gaya hidup kita sebagai orang Kristen daripada ritual yang kita lakukan.
Sumber : www.renungan-spirit.com
27 Juni 2008
BUDAYA BERIBADAH
18 Juni 2008
CERAMAH KESEHATAN
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan jemaat tentang kesehatan, Tim Kesehatan GKJ Tlogosari bekerjasam dengan KWD Sie Wanita dan Panitia MPDK 2008 pada hari Minggu, 25 Mei 2008 telah mengadakan acara CERAMAH KESEHATAN dengan tema "Kanker Leher Rahim (Cervix)" sebagai pembicara Dr. Sahat Siagian, Sp.OG.
Acara tersebut juga dihadiri oleh utusan dari Gereja-gereja tetangga. Setelah acara selesai diadakan pemeriksaan Pap Smear oleh Laboratorium Klinik "CITO"
03 Juni 2008
BEDA SURGA DAN NERAKA
Ada seseorang yang meninggal dunia. Dia diberi kesempatan untuk melihat surga dan neraka. Pertama-tama, dia diajak ke neraka. Di sana dia melihat ada meja makan yang panjang sekali dengan makanan yang melimpah di atasnya. Para penghuni neraka makan dengan berhadapan. Mereka makan memakai sumpit panjang. Yang membuatnya heran, mereka kurus sekali dan wajah mereka pucat karena kurang makan.
Kemudian dia diajak ke surga. Di sini juga terdapat sebuah meja perjamuan yang panjang dengan dua deret orang saling berhadapan. Makanan di atas meja melimpah. Mereka juga makan memakai sumpit panjang. Anehnya, mereka terlihat gemuk, gembira dan berwajah cerah.
Orang yang diajak jalan-jalan ke neraka dan surga itu bertanya kepada malaikat yang menjadi penunjuk jalannya, "Mengapa orang yang tinggal di neraka kurus kering seperti itu, sedangkan yang di surga bisa sehat dan bersukacita?"
"Coba perhatikan sekali lagi dengan cermat cara mereka makan!" ujar malaikat itu.
Orang itu kembali diajak ke neraka dan surga untuk mengamati sekali lagi. Sekarang dia mengerti. Orang yang tinggal di neraka tidak bisa memasukkan makanan ke mulutnya karena sumpit mereka terlalu panjang sehingga makanan selalu melewati mulut mereka. Tetapi, mengapa orang-orang di surga bisa menikmati makanan meskipun sumpit mereka juga panjang? Ternyata, mereka saling melayani dengan menyuapkan makanan ke mulut orang yang di seberang meja!
Efesus 4: 8